Renungan Masa Now
LAWAN PERJUANGAN
Oleh :
Wawa Suryana H.,
Apad R.A., Maman R., Suryanto H.A.
Di dalam Alquran diterangkan dengan tegas dan jelas bahwa
bagi setiap nabi, Allah telah menyediakan musuh dan lawan perjuangannya,
Dan seperti itulah, Kami sediakan bagi tiap-tiap nabi
musuh dari orang-orang berdosa. Q.s. Al-Furqan:31
Mujrimin adalah sekelompok orang
yang hidupnya seperti burung elang. Dia bisa hidup dengan cara membunuh, gemuk
dengan jalan menguruskan orang lain, berkuasa melalui penindasan, kaya dengan
cara memeras bawahan, kuat dengan cara memperdaya yang lemah, dan mulia dengan
jalan memperhambasahayakan sesama manusia. Hati mereka penuh dengan dendam
kesumat, dirinya disibukkan dengan menebar fitnah, menumbuhkan permusuhan,
selalu berupaya dan berusaha memadamkan cahaya (agama) Allah, dan bertekad
untuk memusnahkan hak dan kebenaran.
Dari sekian banyak kelompok mujrimin, hanya satu
orang saja yang nama dan kisahnya diabadikan dalam Alquran yaitu Abu Lahab.
Abu Lahab adalah salah seorang uwak Rasulullah saw., nama
aslinya Abdul Uzza bin Abdul Muthalib, dan kunyahnya adalah Abu Utaibah.
Adapun ia diberi kunyah Abu Lahab (bapak kobaran api) disebabkan mukanya
merah, seolah-olah kobaran api. Ia sangat membenci dan memusuhi Rasulullah,
karena itu ia sering menyakitinya, mengganggunya, dan ia berusaha dengan
mencurahkan seluruh kemampuannya untuk merintangi dan membendung agama yang
dibawanya. Oleh sebab itu, kapan saja ia mendengar Rasulullah akan mendatangi
suatu kaum, maka ia selalu siap menggagalkannya. Jika sempat ia datang
mendahului Rasulullah, lalu menghasut orang-orang supaya menolak dakwahnya itu,
dan jika tidak sempat mendahului Rasulullah,
ia datang setelah Rasulullah selesai berdakwah, lalu menghapus semua
ucapan dan ajakan Rasulullah itu, atau ia turut hadir mendengarkan dakwah
Rasulullah, tetapi kemudin ia berteriak-teriak dengan kata-kata “Perusak agama,
pendusta, pembawa kesesatan, penghina Latta dan Uzza, karena itu jangan
didengar dan jangan diturut.”
Rabi’ah bin Abbad menceritakan, “Pada masa jahiliyah di
pasar Dzilmajaz saya melihat seseorang yang tegap dan berparas bersih
(Rasulullah) sedang berdakwah, yaitu menerangkan,
‘Hai
sekalian manusia ucapkanlah laa illaha illallah, niscaya kalian akan
beruntung’.
Lalu orang-orang berkumpul mengerumuninya, di antara yang
turut hadir ada seseorang yang berambut panjang terutai sampai pundak, mukanya
merah, matanya juling, dan ia berteriak dengan kata-kata
(arab)
‘Sesungguhnya dia perusak agama dan pendusta’.
Ia terus menerus membuntuti orang yang tegap dan berparas
bersih itu ke manapun dia pergi. Kemudian Aku (Rabi’ah) bertanya kepada
orang-orang yang ada di situ, mereka menjawab bahwa orang itu adalah Abu Lahab
uwak Rasulullah saw.” H.r. Ahmad, Tafsir Ibnu Katsir, IV:551
Rasulullah saw. tetap meneruskan dakwahnya sekalipun
kelompok mujrimin terus giat berusaha merintanginya dengan berbagai
cara, dan Abu Lahab-lah orang yang paling giat, ia bersama istrinya menyibukkan
diri untuk mengagalkan dakwah dan risalah yang dibawa Rasulullah.
Abu Lahab merasa dirinya kaya, banyak harta, karena itu
ia beranggapan bahwa dengan harta itu ia akan kekal dalam kesenangan, usahanya
pasti akan berhasil. Ia pernah berkata,
“Apabila apa yang dikatakan keponakan saya (Muhammad) itu
benar, maka nanti pada hari kiamat saya akan menebus diri saya dari siksa yang
pedih, dengan harta dan anak-anak saya”. Tafsir Ibnu Katsir, IV:551
Tetapi Abu Lahab tidak mampu membantah kebenaran yang
dibawa oleh Rasulullah. Oleh karena itu, ketika Rasulullah saw. mengundang
orang-orang Mekah untuk berkumpul pada sebuah bukit ia menyaksikan sendiri
pengaruh Rasulullah itu sangat besar, terbukti semua yang diundang hadir.
Ibnu Abbas menceritakan, “Setelah turun ayat;
“Dan berilah peringatan kepada kaum kerabatmu yang dekat”
(Q.s. Asy-Syu’ara:214). Maka
Rasulullah saw. segera naik ke atas bukit Shafa kemudian berseru, “Wahai Bani Fihr,
wahai Bani Adi dan suku-suku Quraisy yang lain…! Hingga mereka berkumpul. Orang
yang berhalangan hadir pun mengirimkan wakil untuk melihat apa yang sedang
terjadi. Demikian pula Abu Lahab bersama beberapa pemuka Quraisy turut hadir.
Kepada mereka Rasulullah saw. bertanya, ‘Apa pendapat kalian jika kukabarkan
bahwa di lembah ini ada sepasukan kuda yang hendak menyerang kalian, apakah
kalian mempercayaiku?’ Mereka menyahut, ‘Ya tentu percaya, kami belum pernah
mempunyai pengalaman bersama engkau kecuali kejujuran.’ Kemudian beliau
melanjutkan ucapannya, ‘Sesungguhnya aku memberi peringatan kepada kalian
sebelum datangnya adzab yang pedih.’ Mendengar demikian maka Abu Lahab berkata:
“Celakalah engkau untuk selama-lamanya. Untuk inikah
engkau mengumpulkan kami semua”?
Sehubungan dengan itu, maka turunlah surat;
“Binasalah
kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya di akan binasa. Tidak memberi faidah
baginya harta dan apa yang ia usahakan. Kelak ia akan masuk ke dalam api neraka
yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang
dilehernya ada tali dari sabut”. Al-Lahab:1-5, H.r. Al-Bukhari, VI:17
Istri Abu Lahab termasuk di antara pemuka Quraisy, yaitu
bernama Arwa binti Harb bin Umayyah, ia adalah saudara perempuan Abu Sufyan,
dan gelarnya adalah Ummu Jamil.
Asma binti Abu Bakar menceritakan, “Tatkala mendengar
Rasulullah saw. telah menerima wahyu surat Al-Lahab, maka Ummu Jamil binti Harb
sangat marah, kemudian ia datang ke tempat Rasulullah saw. dengan membawa kayu
pemukul. Ketika itu Rasulullah saw. sedang duduk di mesjid bersama Abu Bakar.
Lalu Abu Bakar bertanya kepadanya, “Seandainya ia melihatmu pasti ia akan
menyakitimu.” Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya ia tidak akan melihatku.”
Dan ketika Ummu Jamil sudah berhadap-hadapan dengan
Rasululah saw. yang pada saat itu ada di sebelah Abu Bakar, apa yang disabdakan
Rasululah saw. itu benar, bahwa Ummu Jamil tidak melihat Rasulullah saw. hingga
selamatlah beliau dari ancaman Al-‘Aura (perempuan pecak) itu.
Bagi Ummu Jamil sangat berat untuk mengatakan Muhammad,
karena artinya terpuji, karena itu ia menggantinya dengan kata-kata yang penuh
celaan dan ejekan, Muadzmman, ia berkata,
“Yang penuh dengan cela dan ejekan, saya tolak dia, dan
agamanya aku tinggalkan, dan kepada perintahnya aku durhakai”. Tafsir Ibnu Katsir, VI:522
Ummu Jamil termasuk perempuan yang berpengaruh dan kaya.
Ia mempunyai sebuah kalung yang sangat mahal harganya. Demi untuk mengagalkan
dakwah Islam yang dibawakan Rasulullah, ia rela mengorbankan kalung itu dan
berkata,
“Aku
pasti akan menafkahkan (sebgai modal) untuk menggagalkan dakwah Muhammad”.
Dalam surat itu Ummu Jamil diberi gelar “Hammalaatal
hathab” (pembawa kayu bakar), yang setiap harinya ia sibuk membakar hati
suaminya (Abu Lahab) supaya semakin membenci Rasulullah saw. ia selalu menghina
Rasulullah dengan perkataan si fakir, bahkan ia sering menyimpan najis di depan
Rasulullah saw. dan menyebarkan duri di jalan yang biasa dilewati Rasulullah
saw. Ia berjuang mati-matian dengan harta, tenaga, dan fikirannya untuk
menggagalkan dakwah Rasulullah saw.
Semua usaha Abu Lahab dan istrinya yang sudah
menghabiskan harta, menguras tenaga dan fikiran dalam rangka menggagalkan
dakwah yang disampaikan Rasulullah saw. selain sekadar sia-sia, dirinya pun
binasa, ia dan istrinya akan masuk neraka yang apinya menyala-nyala.
Pada peristiwa perang Badar Abu Lahab tidak ikut pergi
bersama kaumnya, ia mengirim seorang wakil dengan imbalan orang tersebut
dibebaskan dari hutangnya. Dan ketika mendengar berita tentang kekalahan
kaumnya dan kemenangan yang gilang gemilang diperoleh Rasulullah, maka Abu
Lahab jatuh sakit, ia terkena penyakit Al-A’dasah (semacam penyakit yang
menjijikan) hingga tidak seorangpun yang mau dekat dengannya karena jijik dan
bau yang sangat membusuk, badan dan jiwanya terganggu, istrinya ia sergap lalu
dicakar-cakar.
Selang beberapa hari setelah itu Abu Lahab mati dan orang
pun masih tidak ada yang mau mendekatinya. Badannya dibiarkan tergeletak
beberapa hari, tidak ada yang mau menguburkannya. Akhirnya ia diseret
menggunakan kayu dan tidak ada yang berani menyentuhnya lalu bangkainya
dimasukkan ke dalam lubang kubur.
Bagaimanapun giat dan kuatnya upaya dan usaha kelompok Mujrimin
dalam menentang dan memadamkan agama Allah, maka cahaya (agama) Allah tetap
akan menyala tidak akan padam.
“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan
mulut-mulut mereka, padahal Allah hendak menyempurnakan cahaya (agama)-Nya,
walaupun tidak disukai oleh orang-orang kafir”. Q.s. Ash-Shaff:8
